Iran Tak Perlu Punya Hubungan dengan AS
Iran Tak Perlu Punya Hubungan dengan AS - Senin, 27 Juni 2005: "Iran Tak Perlu Punya Hubungan dengan AS
Teheran, Minggu - Iran tak punya kebutuhan mendesak untuk memiliki hubungan dengan Amerika Serikat. Namun, Iran melanjutkan perundingan dengan Uni Eropa terkait dengan program nuklirnya.
Demikian antara lain disampaikan Presiden terpilih Iran Mahmoud Ahmadinejad dalam konferensi persnya yang pertama, Minggu (26/6) malam. Ahmadinejad yang tokoh ultrakonservatif juga menyatakan pemerintahnya akan merupakan pemerintah yang damai dan moderat. Namun, ia menekankan, Iran akan melanjutkan usaha pengembangan teknologi nuklir, yang dituduh Amerika Serikat (AS) bertujuan memproduksi senjata.
Terpilihnya Ahmadinejad, yang tokoh ultrakonservatif, sebagai presiden baru Iran diramalkan akan makin merenggangkan hubungan Iran dengan AS.
Seperti diberitakan surat kabar AS, The New York Times, Sabtu, bahkan sebelum pelaksanaan pemungutan suara dalam rangka pemilu presiden Iran, Presiden AS George Walker Bush telah menyatakan, apa pun hasil pemilu, Iran akan dikuasai oleh orang-orang yang menyebarkan teror ke seluruh dunia.
Tak ada seorang pun di Washington yang menduga bahwa Wali Kota Teheran itu akan menang mutlak dalam pemilu dan bakal menjadi Presiden Iran berikutnya. Kenyataannya, kini mereka harus menghadapi tokoh populis mantan aktivis mahasiswa yang ikut menyerbu dan menduduki Kedutaan Besar AS di Teheran pada masa Revolusi Islam 1979.
Berbagai ketegangan antara Iran dan AS diramalkan bakal terjadi dalam bulan-bulan ini. Pemicunya mulai dari soal program nuklir Iran, terorisme, sampai mungkin soal dugaan keterlibatan Iran dalam gelombang pemberontakan di Irak.
Serukan persatuan
Sebelumnya, Sabtu, Ahmadinejad menyerukan persatuan dan berjanji akan mengakhiri perpecahan di antara rakyat Iran akibat persaingan panas dalam pemilu.
Seperti diberitakan surat kabar Iran proreformasi Iran News kemarin, Ahmadinejad juga menyatakan berambisi untuk menjadikan Iran negara yang kuat dan Islami. Meniru gaya para ulama yang berkuasa, yang telah mendukungnya meraih kursi kepresidenan, ia menyatakan keinginan agar Iran menjadi contoh bagi dunia.
Namun, dalam pidato radionya yang singkat itu Ahmadinejad tak mengungkap pandangannya soal masa depan kebebasan sosial yang kini sedang tumbuh di Iran. Hal ini membuat kaum reformis mengkhawatirkan kondisi justru akan semakin memburuk.
Ironi pemilu Iran kali ini adalah bahwa Ahmadinejad, tokoh non-ulama pertama yang meraih jabatan tertinggi lewat pemilu sejak Revolusi Islam 1979, memiliki sikap yang lebih keras dalam urusan agama dibandingkan dengan ulama yang dikalahkannya, mantan Presiden Akbar Hashemi Rafsanjani. Dengan kemenangan Ahmadinejad ini berarti kaum konservatif menguasai dua jabatan tertinggi negara yang harus diraih lewat pemilu, yakni jabatan kepresidenan dan parlemen.
Jumat lalu Ahmadinejad memenangi pemungutan suara babak kedua pemilu presiden Iran kesembilan. Berhasil mengumpulkan suara 61,6 persen, ia menang telak atas Ayatollah Akbar Hashemi Rafsanjani, yang hanya mendapat dukungan suara 35,9 persen. Sisa suara yang ada dinyatakan tidak sah.
Suara yang masuk dalam pemungutan suara babak kedua ini berjumlah hampir 28 juta atau lebih dari 59 persen dari jumlah rakyat pemilih Iran yang sekitar 47 juta jiwa. Jumlah suara yang diberikan rakyat Iran dalam pemungutan suara babak pertama, Jumat 17 Juni lalu, lebih banyak, yakni hampir 63 persen.
Rafsanjani kecam ulama
Berbagai surat kabar Iran menyambut gembira kemenangan Ahmadinejad, yang disebut-sebut sebagai pemimpin pilihan rakyat, Akbar Hashemi Rafsanjani mengecam para ulama yang berkuasa. Ia menuduh para pemimpin agama itu secara ilegal telah ikut campur dalam proses pemilu.
�€�Secara terorganisasi dan ilegal, lawan-lawan (politik) saya menggunakan berbagai cara dan fasilitas yang dimiliki rezim yang berkuasa untuk mengintervensi pemilu dan merusak kredibilitas saya,�€� kata Rafsanjani, calon presiden yang kalah, dalam pernyataan yang dipublikasikan di situs web-nya dan dikutip di berbagai surat kabar yang terbit kemarin, termasuk koran pemerintah Iran Daily.
Namun, kata Rafsanjani, ia tak akan mengajukan keluhan resmi karena para hakim Iran tak akan atau tak bisa melakukan penyelidikan yang independen berkaitan dengan tuduhannya.
Saya tak bermaksud menyampaikan keluhan kepada para hakim yang telah menunjukkan sikap tidak mau atau tidak dapat melakukan apa pun, kata Rafsanjani lagi. Saya hanya mengadu kepada Tuhan.
Dalam pemungutan suara babak pertama, tuduhan kecurangan juga diajukan calon presiden Ayatollah Mehdi Karoubi, ulama reformis yang menempati urutan ketiga setelah Rafsanjani dan Ahmadinejad dan gagal lolos ke putaran kedua. Ketika itu, ia mengimbau Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei agar membentuk tim khusus untuk menyelidiki dugaan hilangnya sejumlah suara rakyat yang diberikan kepadanya. (Reuters/AP/AFP/muk)"
Teheran, Minggu - Iran tak punya kebutuhan mendesak untuk memiliki hubungan dengan Amerika Serikat. Namun, Iran melanjutkan perundingan dengan Uni Eropa terkait dengan program nuklirnya.
Demikian antara lain disampaikan Presiden terpilih Iran Mahmoud Ahmadinejad dalam konferensi persnya yang pertama, Minggu (26/6) malam. Ahmadinejad yang tokoh ultrakonservatif juga menyatakan pemerintahnya akan merupakan pemerintah yang damai dan moderat. Namun, ia menekankan, Iran akan melanjutkan usaha pengembangan teknologi nuklir, yang dituduh Amerika Serikat (AS) bertujuan memproduksi senjata.
Terpilihnya Ahmadinejad, yang tokoh ultrakonservatif, sebagai presiden baru Iran diramalkan akan makin merenggangkan hubungan Iran dengan AS.
Seperti diberitakan surat kabar AS, The New York Times, Sabtu, bahkan sebelum pelaksanaan pemungutan suara dalam rangka pemilu presiden Iran, Presiden AS George Walker Bush telah menyatakan, apa pun hasil pemilu, Iran akan dikuasai oleh orang-orang yang menyebarkan teror ke seluruh dunia.
Tak ada seorang pun di Washington yang menduga bahwa Wali Kota Teheran itu akan menang mutlak dalam pemilu dan bakal menjadi Presiden Iran berikutnya. Kenyataannya, kini mereka harus menghadapi tokoh populis mantan aktivis mahasiswa yang ikut menyerbu dan menduduki Kedutaan Besar AS di Teheran pada masa Revolusi Islam 1979.
Berbagai ketegangan antara Iran dan AS diramalkan bakal terjadi dalam bulan-bulan ini. Pemicunya mulai dari soal program nuklir Iran, terorisme, sampai mungkin soal dugaan keterlibatan Iran dalam gelombang pemberontakan di Irak.
Serukan persatuan
Sebelumnya, Sabtu, Ahmadinejad menyerukan persatuan dan berjanji akan mengakhiri perpecahan di antara rakyat Iran akibat persaingan panas dalam pemilu.
Seperti diberitakan surat kabar Iran proreformasi Iran News kemarin, Ahmadinejad juga menyatakan berambisi untuk menjadikan Iran negara yang kuat dan Islami. Meniru gaya para ulama yang berkuasa, yang telah mendukungnya meraih kursi kepresidenan, ia menyatakan keinginan agar Iran menjadi contoh bagi dunia.
Namun, dalam pidato radionya yang singkat itu Ahmadinejad tak mengungkap pandangannya soal masa depan kebebasan sosial yang kini sedang tumbuh di Iran. Hal ini membuat kaum reformis mengkhawatirkan kondisi justru akan semakin memburuk.
Ironi pemilu Iran kali ini adalah bahwa Ahmadinejad, tokoh non-ulama pertama yang meraih jabatan tertinggi lewat pemilu sejak Revolusi Islam 1979, memiliki sikap yang lebih keras dalam urusan agama dibandingkan dengan ulama yang dikalahkannya, mantan Presiden Akbar Hashemi Rafsanjani. Dengan kemenangan Ahmadinejad ini berarti kaum konservatif menguasai dua jabatan tertinggi negara yang harus diraih lewat pemilu, yakni jabatan kepresidenan dan parlemen.
Jumat lalu Ahmadinejad memenangi pemungutan suara babak kedua pemilu presiden Iran kesembilan. Berhasil mengumpulkan suara 61,6 persen, ia menang telak atas Ayatollah Akbar Hashemi Rafsanjani, yang hanya mendapat dukungan suara 35,9 persen. Sisa suara yang ada dinyatakan tidak sah.
Suara yang masuk dalam pemungutan suara babak kedua ini berjumlah hampir 28 juta atau lebih dari 59 persen dari jumlah rakyat pemilih Iran yang sekitar 47 juta jiwa. Jumlah suara yang diberikan rakyat Iran dalam pemungutan suara babak pertama, Jumat 17 Juni lalu, lebih banyak, yakni hampir 63 persen.
Rafsanjani kecam ulama
Berbagai surat kabar Iran menyambut gembira kemenangan Ahmadinejad, yang disebut-sebut sebagai pemimpin pilihan rakyat, Akbar Hashemi Rafsanjani mengecam para ulama yang berkuasa. Ia menuduh para pemimpin agama itu secara ilegal telah ikut campur dalam proses pemilu.
�€�Secara terorganisasi dan ilegal, lawan-lawan (politik) saya menggunakan berbagai cara dan fasilitas yang dimiliki rezim yang berkuasa untuk mengintervensi pemilu dan merusak kredibilitas saya,�€� kata Rafsanjani, calon presiden yang kalah, dalam pernyataan yang dipublikasikan di situs web-nya dan dikutip di berbagai surat kabar yang terbit kemarin, termasuk koran pemerintah Iran Daily.
Namun, kata Rafsanjani, ia tak akan mengajukan keluhan resmi karena para hakim Iran tak akan atau tak bisa melakukan penyelidikan yang independen berkaitan dengan tuduhannya.
Saya tak bermaksud menyampaikan keluhan kepada para hakim yang telah menunjukkan sikap tidak mau atau tidak dapat melakukan apa pun, kata Rafsanjani lagi. Saya hanya mengadu kepada Tuhan.
Dalam pemungutan suara babak pertama, tuduhan kecurangan juga diajukan calon presiden Ayatollah Mehdi Karoubi, ulama reformis yang menempati urutan ketiga setelah Rafsanjani dan Ahmadinejad dan gagal lolos ke putaran kedua. Ketika itu, ia mengimbau Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei agar membentuk tim khusus untuk menyelidiki dugaan hilangnya sejumlah suara rakyat yang diberikan kepadanya. (Reuters/AP/AFP/muk)"
<< Home